1 UTS-1 All About Me

Tentang Saya
Fikrifalah merupakan mahasiswa yang penuh ambisi tetapi kadang tidak tahu mana arah hidupnya. Beliau dilahirkan di Jakarta pada 24 Desember 2005 kepada dua orang tua asal Solo dan Jakarta. Fikri merupakan individu yang introver dan lebih memilih untuk menyendiri dengan mayoritas waktunya. Fikri memiliki masalah dalam memahami orang-orang sekitarnya. Dia sangat buruk dalam mengendalikan situasi sosial yang melibatkan musibah; jika ada teman yang curhat sedih, respons pertamanya mungkin adalah panik dan menawarkan permen, karena otaknya tidak memproses skenario sosial yang lebih baik.
Namun, Fikri mencoba sepenuhnya untuk meningkatkan cara dia berkomunikasi dengan mempelajari mata kuliah Komunikasi Interpersonal. Fikri berpikir bahwa semua orang berekspektasi tinggi akan dirinya; hal ini menyebabkan Fikri menjadi korban akan pikirannya sendiri. "Fikri" berarti "berpikir" dan ternyata nama ini sangat cocok dengan watak aslinya. Fikri sering berpikir, bahkan ia terlalu banyak berpikir, terutama tentang masa depannya yang begitu banyak kemungkinan.
Banyak hal di dunia ini yang menarik untuk dilakukan bahkan dijadikan karier, tetapi Fikri tidak menyukai mayoritasnya, ia bahkan mempertanyakan apakah dia menyukai prodi dia sekarang. Pada saat SMA, ia berpikir ia sudah menemukan jalan hidupnya dalam ranah olahraga *combat*. Namun, sebab satu dan lain hal, ia gagal untuk menjalani jalan hidup yang ia amat gemari. Setelah setahun ia merenungi kegagalannya, ia akhirnya memutuskan untuk menghormati pilihan ayahnya untuk melanjutkan pendidikan ke kuliah. Ia akhirnya memutuskan untuk memasuki STEI-K ITB yang saat itu merupakan salah satu jurusan kuliah dengan kesempatan masuk terendah. Fikri memilih ini sebab ia pikir ia akan membuktikan pada dirinya sendiri: meskipun jalan hidupnya tidak sejalan dengan kemauan, ia akan tetap sukses di mana ia berada.
Setelah pengumuman kelulusan ITB tiba, ia merasa senang luar biasa. Ia berhasil membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia pintar, minimal cukup pintar untuk masuk ITB. Namun, setelah masuk dan belajar di ITB, Fikri merasa sedih yang tidak dapat disampaikan dengan jelas; sedih sebab kebingungan atas arah hidupnya. (Ditambah lagi, kenyataan bahwa kalkulus itu nyata juga tidak membantu memperbaiki suasana hati.) Namun, ia yakin bahwa ia akan menemukan arah hidupnya di ITB, ia hanya perlu memberi upaya sekuat mungkin. Sekarang, Fikri merupakan salah satu dari banyak mahasiswa di ITB yang sedang berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan arah dan kesuksesan.